05 April 2010

MARK E. ZUCKERBERG PENCIPTA FACEBOOK DI KEJAR ANJING

Mark E. Zuckerberg Pencipta Facebook, seorang anak muda berumur 25 tahun, jenius dan sangat kaya. Kekayaannya saat ini bahkan mengalahkan bintang infotaiment dunia Oprah Winfred. Kini kita semua telah memanfaatkannya untuk berbagi cerita, gagasan dan perasaan. Saat ini saya ingin berterima kasih buat anak muda luar biasa itu karena telah membuat dunia ini tidak selebar daun kelor.

Memberi manfaat kepada sesama tak hanya berbuah amalan jaria’h, tetapi pula menggali sumber potensi kekayaan yang melimpah ruah. Hobbi. Yah, Mark hanya menjadikan kesenangannya mengutak-atik computer menjadi mata pencaharian. Demikian halnya para pelukis, sastrawan, Penulis, pembicara, pemain bola, sutradara, actor, aktris, dan semua pekerja kreatif lainnya bekerja karena hanya menjalani hobbinya. Duh, betapa kesenangan, dikerjakan dengan rasa bahagia, menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Aku tersudut, terjewer oleh khayalku sendiri. Betapa kemarin, beberapa tahun yang lalu, aku terjerambab dalam diam menghina duniaku, yang aku tuduh biang kerok kemiskinan.

Aku menyalahkan pemerintah, musim yang tak mendukung, orang-orang sekitarku dan bahkan lingkungan dalam diriku aku vonis sebagai biang kegagalan. Sebuah vonis yang hanya mengeruk sisa-sisa kepercayaan dalam diri, dan menyisahkan pengasingan yang sepi menyakitkan. KESENANGAN yang jikalau kemudian diparipurnakan menjadi KEBAHAGIAAN, sesungguhnya sesuatu yang muda. Melakukannya saja sudah menghasilkan kelapangan. Belum lagi, jikalau sesuatu yang potensial itu di gerakkan menjadi sesuatu yang kinetik dengan olahan-olahan manajerial yang apik. Maka yakin, energinya akan mendorong jiwa kreatif kita untuk terus berkarya, hanya karena alasan ingin menyenangkan orang lain, sebagai bahagian dari kesenangan diri sendiri.

Kesenangan Mark E. Zuckerberg dengan hobbinya mengutak-atik program komputer berbuah kebahagiaan yang sempurna, karena tujuan awalnya untuk berbagi cerita secara online dengan para mahasiswa dan dosen di kampusnya. Facebook kemudian tercipta luar biasa ini, berangkat dari keinginan seorang Mark yang ingin membagi bahagianya dengan orang lain. Kesenangan sesungguhnya bagi dirinya adalah ketika orang lain senang dengan karyanya. Itulah kebahagiaan karena berbagi. Sama halnya memberi uang dengan ikhlas dan diberi uang yang memang sangat dibutuhkannya. Dimana letak kebahagiaan yang sesungguhnya ? apakah pemberinya yang diucap terima kasih dari penerima ataukah yang menerima uang itu ? bagi saya kebahagiaan akan lebih besar sang dermawan. Bedanya, Mark E. Zuckerberg menerima tambahan penghasilan yang sangat besar, sementara si Dermawan harus kekurangan uangnya. Persamaannya, semua memulai bahagianya karena ingin menyenangkan orang lain.

Kini kita sampai pada sebuah pertanyaan, seperti apakah sesungguhnya kesuksesan yang berbuah BAHAGIA itu ? apakah bahagia hanya bisa diraih, justru dengan membagikannya ? Teringat aku dengan sebuah cerita tentang perbedaan DIKEJAR ANJING dan MENGEJAR AJING. Dikejar dan mengejar, sama membutuhkan energy yang besar. Dikejar seiring dengan ketakutan akan gigitan anjing dan mengejar seiring dengan kemarahan ingin menimpuk anjing itu dengan batu tepat di kepalanya.

Saya membayangkan seorang gadis gemulai, jalannya melenggak lenggok, pinggulnya naik turun aduhai, harus melejit kencang bak rudal yang tak sengaja ditembakkan, ketika si Boy Anjing tetangga mengejarnya dengan gonggongan yang sangat bernafsu. Rambutnya yang tergerai, harus meruncing ke belakang, mata manisnya membelalak mirip ikan Mas Koki, nafasnya tersenggal dan gerakan larinya beberapa kali lebih kencang dari biasanya. Hilanglah sudah lenggak-lenggoknya. Singkatnya, Si Gadis hanya berfokus pada ketinggian yang bisa dipanjat ataupun ruang yang bisa ditutup rapat. Ia terfokus pada sesuatu, dan hanya berharap keberhasilan – keberhasilan terbebas dari gigitan si Boy, yang mungkin belum tentu menggigitnya jikalau harus terjatuh. Iya, jikalau terjantuh, mungkin saja anjing mengira jatuhnya si gadis adalah sebuah manuver untuk mengambil bongkahan batu dan melempar balik kepadanya. Aikh…..

Nah, bagaimana jikalau justru Anjing yang terkejar karena melibas ayam jantan kesayangan anda ?, sekuat apapun Anda mengejar, disertai sumpah serapah dan lemparan batu yang bertubi-tubi, Anda akan masih lebih terfokus dengan Ayam malang yang sudah wafat itu. Fokus akan terpecah, anjing tetap berlalu seolah menang, dan ayam tetap terkulai tewas, karena kepalanya sudah ada di perut anjing sialan itu. Fokus, adalah konsistensi akan sesuatu yang akan dituju. Begitulah, kira-kira.

Energi yang dibutuhkan jikalau dikejar anjing tentu lebih banyak jikalau mengejar anjing, tetapi kepuasannya berbeda. Walau ancaman gigitan anjing menghantui ketakutan kita dan memcu adrenalin yang demikian besar, tetapi selamat dari kejaran itu akan membuat rasa bahagia yang tak terkira, walaupun peluh belum kering dan nafas nafas masih ngos-ngos-an. Mengejar anjing, sebenarnya hanya karena dorongan melampiaskan dendam. Selain keberhasilannya tidak nyata, juga walaupun anjing terkejar dan terbunuh, tak berbuah kehidupan kembali pada Ayam itu. belum lagi jikalau ternyata anjing itu adalah salah satu binatang kesayangan kita. Dua pembunuhan yang pasti menyisahkan penyesalan setelahnya.

Kesuksesan yang berbuah kebahagiaan dalam analogi dikejar dan mengejar anjing ini, adalah kebahagian jenis yang lain. KEBAHAGIAAN hadir karena perjuangan terbebas dari ketakutan, ancaman, tekanan dan waktu yang memburu. Semua potensi dimanfaatkan, bukan karena ingin, tapi karena keharusan untuk tidak mengatakan keterpaksaan melakukannya. Saya tidak ingin mengatakan, bahwa kita harus menunggu dikejar anjing agar bisa sukses, tetapi kita harus menciptakan sesuatu yang ‘harus’ dan sesuatu yang ‘terpaksa’ pada benak ini untuk mencapainya.

Pilihannya ada pada diri kita masing-masing. Apakah kita memiliki potensi kreatif yang bisa dikembangkan dan memberi manfaat kepada orang lain untuk dikembangkan dalam mencapai sukses, ataukah benak dan hati kita harus dipicu bahwa keadaan kita saat ini belum tepat dan sesuatu harus dikejar karena sesuatu keharusan, yang jikalau tidak tercapai keadaannya akan lebih buruk dari saat ini kita berada.

Bantaeng, 5 April 2010