05 Desember 2010

Bantaeng Memancing Menteri; Menatap Bali

Aco datang tergesa. Tanpa salam, Ia menghambur masuk rumah . Saya yang lagi bobo siang usai Jumatan, terperanjat. Ada apa?. “Kak, ada lokasi baru. Semua sudah berangkat, mereka menunggu disana. Cepat ki!”. Seolah Tak bersalah, Aco sobatku itu malah mendesak. Sialan!

Aha, Hayoo!. Dua minggu ini, memang saya tidak memancing. Joran pancing yang menggantung di pundak Aco, membuat hilang gusar ini. Joran itu seolah genit menggoyangkan alis, mengajakku berbenah, meminta digandeng mesra, pantai adalah tujuan kerinduanku. Tak perlu cuci muka. Sigap, saya bergerak menuju arah Barat Daya, kota mungilku. Lokasinya berada dekat perbatasan Kabupaten Banteng-Jeneponto.

Mattoanging, nama perkampungan nelayan itu. Seperti namanya, sesejuk angin, semilirnya.Mattoanging, bisa diartikan daerah terbuka, dimana angin bebas berhembus. DaengJama’adalah nelayan yang akan kami sewa perahunya. Kami menuju rumahnya yang beratap seng berkarat dan berdinding gamacca (jalinan bambu). Terlihat bolong sana-sini. Tentang rumah para nelayan yang kumuh, biasalah kita temukan di seluruh nusantara. Saya jadi heran, kalau Anda heran.

Kini lagi musim, menteri beriklan di tivi. Fadel Muhammad Menteri Kelautan itu, jadi bintang iklan. Bersolek tampan menganjurkan makan ikan. Pak Menteri benar, Ikan memang mengandung omega 3, suplemen penting kecerdasan. Tapi tolong dong, pencari ikan itu juga diperhatikan Pak Menteri. Sedari lahir, Daeng Jama’ sudah hidup dari ayahnya yang nelayan. Kok rumahnya masih seperti itu? Setahu saya, ikan-ikan bergizi itu banyak diekspor ke Jepang. Harganya mahal. Apalagi ikan kerapu, yang hidup dibebatuan karang. Di sini, nama local kerapu, disebut jawa-jawa.

Loh, Kok saya merajut ke Menteri!?. Merajutpun, saya sangsi tulisan ini dibaca olehnya. Beliau sudah sangat sibuk mengurus laut dan perusahaan bonafidnya. Akh, Kelaut aje…., berlima saya menaiki perahu yang lumayan layak. Mesinnya sih sudah jadul, tetapi Daeng Jama’, terlihat cukup ahli menguasai mesin bututnya. Ribet juga, starter mesinnya, harus putar. Dua kali putaran bertenaga, mesinpun menderu. Druuuukhmmmmm……kami melijit. Topi caping militer kawan tentaraku, hampir saja berenang. Pak Bur, namanya. Tegap badannya. Hitam legam.

Peduli setan dengan menteri dan topi tentara. Saya hanya sibuk jepret kiri kanan. Kamera telepon genggam, adalah alat jepretku. Hasilnya liat sendiri,pasti kualitasnya jeblok. Maklum 2.0 megapixel, harganya pun cuman Rp. 315.000. Duh, saya sangat kepingin punya kameracanon(kapan yah?). Dengan kamera HP Sony Ericson S312, saya mengabadikan suasana laut, darat, langit, pelabuhan, perahu, ikan, pancing, juga para bocah yang riang mandi telanjang.

Kamera tidak keren inipun mengabadikan gunung Lompo Battang di ketinggian sana, terlihat tertutup kabut. Untung saja gunung ini bukan termasuk gunung api aktif. Seandainya iya, mungkin saya ada bakat jadi kuncen. Saya kagum dengan almarhum Mbah Marijan yang pemberani itu. Gugur dalam kesetiaan, dipeluk lahar merapi, kekasihnya. Menurut peneliti, Bantaeng bukan jalur patahan gempa. Bebas tsunami, setidaknya 50 tahun ke depan. Komplitlah kotaku ini, layak dikembangkan menjadi wisata baru yang minim resiko alam. Semoga Tuhan tetap melindunginya.

Laut Bantaeng, adalah jalur pelayaran internasional. Kapal kargo banyak terlihat di lepas pantai saat badai datang. Bersandar berlindung dari hantaman gelombang Selat Makassar. Dulu, Belanda membangun Pelabuhan Kayu di Mattoanging ini. Sekarang, Pemkab sementara membangun pelabuhan permanen untuk menghubungkan Bantaeng dengan Pulau Selayar, juga penghubung pelayaran wisata Bantaeng-Bali. Nah, ini yang luar biasa. Bali memang lebih dekat dari Bantaeng, daripada harus ke Pelabuhan Makassar.

Pariwisata Bali akan dipadukan dengan pariwisata maritime dan wisata agro Bantaeng. Itulah visi hebat bupati kami. Namanya DR. Nurdin Abdullah. Meraih gelar master di Jepang. Yakin deh, jikalau visi Pak Bupati baik ini tercapai. Kotaku akan jadi destinasi wisata baru di kawasan selatan Makassar. Semoga bukan janji.

Kita ingin jadikan Bantaeng sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Sulsel. Mengurangi beban Makassar karena beberapa tahun ke depan, Makassar semakin tak bisa bergerak,” jelas Pak Bupati. Jangan melongo. Bukanlah saya yang mewawancarai beliau, saya hanya membacanya diberita upeks online.

Karena keasyikan celoteh ngelantur. Mancingnya jadi lupa dikisahkan. Singkat saja yah, biar bualannya tidak panjang. Hanya sekitar 15 menit, saya sudah sampai ke lokasi pemancingan. Sangat dekat dari pantai. Hanya sekitar 500 meter. Pelabuhan Mattoanging tampak jelas. Raungan motor balapan liar anak muda di tepi pantai pun terdengar riuh. Anak muda itu, lagingetes jalan aspal yang baru dibangun untuk akses ke pelabuhan. Bantaeng lagi menggenjot infrastruktur, menyangga fasilitas pelabuhan.

Joran beraksi. Hanya sepersekian menit, ikan kanera pun tertipu. Kanera, nama ikan pastinya. Hidup diantara terumbu karang yang masih perawan. Bahasa Indonesianya tidak tahu saya. Apalagi latinnya. Malas saya mencari tahu.

Strike demi strike terjadi. Bermacam-macam ikan bebatuan karang sudah menggelepar di perahu. Ada sekecil daun mangga, tetapi pula ada selebar sandal jepit. Bermacam-macam, beraneka jenis, bercampur aduk rasa riang ini. Adrenalin pun terpicu, saatjuku (ikan) sunu merampas buas udang segar umpan saya. Ikan lapar itu tidak berhasil mencuri, dia tersangkut kail. Tertipulah kau ikan!.

Memancing di bebatuan karang, perlu keahlian khusus. Orang baru hanya akan sibuk memasang mata kail. Seperti Ippang kawanku, kailnya tersangkut melulu. Karang itu tajam. Mudah memutus picura (senar). Sebagai orang yang berpengalaman (sombong nih…), saya hanya dua kali putus senar. Mau strateginya? Datang saja ke kotaku. Pamali menjelaskannya di sini. Boro-boro menjelaskan. Ikan Bakar sudah menunggu untuk disantap, setelah semalaman ngumpet di kulkas.

Jagalah laut, lestarikan terumbu karang. Pedulilah pada nelayan, jangan hanya menikmati gizi ikan untuk kecerdasan Pak Menteri. Boleh diekspor untuk devisa, tetapi nelayan juga perlu dimakmurkan. Pukat harimau dilarang, apalagi pake racun, ngebom terumbu karang itu perbuatan penjahat. Camkan itu!

Tolong jangan beri rating ‘aktual’ karena saya memancingnya hari Jum’at, dua hari yang lalu.Ceritanya basi, tetapi ikannya masih segar.


Bantaeng, 5 Desember 2010

Tulisan ini telah dipublikasikan di SINI (kompasiana.com)

Sungguh! Saya Bingung tentukan judul dan kategori tulisan. Mohon Koreksinya.

Salam Pemancing

Gambar di atas, dikolaborasi dengan foto milik Anila Bonthaink. Biar gambarnya keren.

Berikut bincang pemancing. Kutiliskan kukabarkan kekayaan laut Nusantara:

Berburu Escolar di Lepas Pantai Bira // Nama Jawa Bertabur Indah di Makassar // Pemancing Muara Mengabarkan Cuaca // Potret Nelayan dari Sosok Daeng Gassing // Fugu Fish; Mewah di Jepang //memancing di Ujung Katinting ada Boaz di sana//

24 November 2010

Bank dalam citra “Rentenir Resmi”; Berbagi Kesan Traumatik

Kenapa saya tidak menabung di Bank Syariah hingga kini. Pertanyaan yang aneh untuk diriku yang seorang muslim, dan juga sementara membangun usaha kecil. Saya jelas membenci riba, tetapi tetap saja menabung di bank konvensional. Sekedar bocoran, sebenarnya saya tidaklah “menabung”. Saya hanya sekedar menyimpan uang dengan aman untuk sementara waktu, sebelum saya cepat-cepat akan menariknya kembali. Di Bank tentu lebih aman daripada di rumah. Hanya itu alasanku menyimpan uang di bank. Bukan menabung dalam arti yang sebenarnya.

Kenapa sementara ? karena paling lama sebulan kemudian uang itu ludes, untuk kebutuhan rumah tangga. Kalau berlebih, kaena kebetulan dapat rejeki noplok, saya lebih memilih investasi dengan membeli emas, tanah atau menambah modal usaha apotik kecil saya. dari awal, memang saya sudah apriori dengan Bank. Kira-kira semenjak saya diajari menabung di bank waktu SMP.

Sebelum saya mengagumi system perbankan syariah, Perlu rasanya saya menghamburkan rasa jengah ini terhadap bank konvensional. ‘makan bunga’ atau riba itulah yang tersimpan dibenakku terhadap bank. Karena saya tidak pernah menabung (menyimpan) lebih dari 10 juta rupiah, paling banter 5 jutaan, maka saya justru merasa jikalau uang sedikit disimpan di bank, malahan semakin berkurang. Ini pengalaman dan tentang pengetahuan minim saya tentang system perbankan.

Bunga tetap ada, tetapi biaya administrasi akan memotongnya ketika uang tabungan tidak bertambah. Apalagi kalau hanya penabung berjumlah kecil seperti saya ini. Nasabah akan dibebani biaya administrasi bulanan, pemindah bukuan, penutupan rekening, transaksi pengambilan, penyetoran di atas jumlah tertentu, kalau buku tabungan atau kartu ATM hilang, juga akan dikenakan pergantian. Ada juga pajak. Ini yang tercantum dalam buku tabunganku di tahun 2007 lalu. Segalah biaya yang dibebankan ke nasabah itu, tidak dicantumkan besaran jumlahnya dalam ketentuan umum buku tabungan.

Nah, apalagi yang membuat saya tertarik ‘menyimpan’ uang di Bank?. Iya, karena saya mengambil kredit usaha darinya. Tentu bukan bank yang memberi bunga kepada saya. tetapi justru saya yang memberinya bunga. Saya berbagi hasil dengan bank,dari keuntungan usaha. Bukan bank yang berbagi hasil dengan saya. Kenapa saya melakukan hal yang merugikan ini?,

Yah, karena hanya Bank yang bisa menjamin perkembangan modal saya. Lebih baik saya meminjam di bank dari pada rentenir, walau sebenarnya bank konvensional juga rentenir ‘resmi’ jikalau dilihat dari defenisi rentenir secara awam. Riba atau membungakan uang. Jadi alasan lain saya menyimpan uang di bank agar penagih bank tidak datang ke rumah menagih kredit. Langsung potong saja. Tiap pertengahan bulan, uang persiapan penagihan berikutnya, kembali saya tambahkan. Dengan cara ini, saya tidak perlu malu sama tetangga, kalau datang penagih yang tentu muka para penagih, Anda sudah paham semua. He he he


Lantas, bagaimana persepsi saya tentang Bak Syariah. Persepsi, sebelum saya memahami betul prinsip pengelolaan bagi hasil system syariah. Cerita traumanya seperti ini, ditahun 2005 lalu, saya membantu seorang sahabat mengurus kredit di koperasi yang mengklaim dirinya syariah. Patut dicatat, Koperasi, bukan bank. Pinjamannya hanya berkisar lima Jutaan. Apa yang terjadi?, peminjam tersebut harus dipotong berbagai pembiayaan. Dan juga disyaratkan menabung di koperasi itu (tidak boleh diambil). Jadilah uang kredit yang diterima hanya sekitar tiga jutaan.

Berselang berapa lama, Iapun tersiksa dengan pengembalian kredit karena usahanya macet. Terus diburu-buru penagih dan uang tabungannya tidak bisa lagi dia ambil. Entah bagaimana aturan sebenarnya. Saya tidak tahu, tetapi yang pasti saya melihat kawan saya itu kelabakan. Waktu itu saya ambil kesimpulan, semua pemberi kredit itu sama. Baik syariah ataupun konvensional.

Sampai saat tulisan ini dibuat, saya belum menabung di Bank Syariah. Tetapi keinginan itu sudah saya pendam sejak setahun yang lalu. Kini, setelah saya membaca beberapa tulisan tentang keunggulan Bank Syariah, saya semakin tertarik. Untuk mengetahui lebih dalam tentang perbankan syariah ini perlu diketahui dulu sejarah dan perkembangannya, agar seperti saya ini tidak salah mengambil kesimpulan, karena hanya berdasar pada apriori dan kesan traumatik pada koperasi (yang sebenarnya) hanya berkedok syariah untuk menarik nasabah.

Kini saya sudah dapat membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah. Dimana letak perbedaannya ada pada pembagian hasil. Satu berbagi untung berdasarkan bunga dan satunya lagi berdasarkan imbalan bagi hasil (mudharabah). Tentu banyak lagi keuntungan lainnya, tetapi saya hanya ingin meretas pengetahuanku berdasarkan pengalaman salah kaprah tentang bank syariah dan konvensional.

Sangat jelas, bahwa bank syariah mengadopsi hukum ekonomi Islam dalam penerapannya. Kini bertebaran perbankan syaraiah di Indonesia, yang pada awalnya dipelopori oleh Bank Muamalat atas prakarsa MUI dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia pada tahun 1991. Eksistensi keberadaan bank syariah semakin bertambah kuat dengan hadirnya paying hukum berupa UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang memberi ruang luas bagi perkembangan bagi perbankan syariah.

Luar biasa, hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia (Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Tbk). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, setidaknya saat ini telah berkembang kurang lebih 104 BPR Syariah.

Nah, berdasarkan pengalaman traumatik saya di masa lalu, yang kemudian menyebarkan trauma itu disekeliling saya, maka telah menjadi iklan yang sesat bagi siapapun yang ingin berniaga sesuai prinsip muamalah. Menjadi penebar citra manfaat bank syariah harus dimulai dari kini. Dari diri sendiri. termasuk saya, yang telah salah kaprah dan ogah setelah itu, mengetahui informasinya lebih lanjut. Itulah trauma informasi, dan perlu kini terus disosialisasikan manfaat bank syariah untuk menegakkan prinsip Islam dalam bermuamalah. Prinsip Rahmatan Lil alamin.


Banteng, 25 Nopember 2010

Sumber Gambar: Di SINI dan Di SINI


22 November 2010

Dicekik Tugas Sekolah

Ini tentang cerewet, yang biasanya dituduhkan dikalangan para mamak. Cerewet tentang anaknya yang pintar, nakal, lucu, jahil, imut, mimisan, ingusan, cacingan dan banyak lagi jenis cerita cerewet tentang anak yang selalu tiada habisnya di ceritrakan. Karena anak adalah buah hati, permata jiwa, jagoan kecil, bocah usil, maka selalu saja para mamak seolah tak berkoma ketika mengulasnya dengan penuh kebanggaan. Kini saya, Si Ayah yang mau berperan cerewet. Bagaimana rasanya yah?

Seperti datang bulan. Bawaannya ngomel melulu, banyak protes. Saya, Si Ayah hanya ingin mengambil satu bawaan datang bulan ini. banyak protes. Protes cerewetnya tidak tanggung-tanggung. Mulai dari masalah buku pelajaran, Pekerjaaan Rumah yang berjubel pelik, waktu bermain sampai pada hal kebodohan si Ayah sendiri waktu bersekolah dulu. Nah, siap-siaplah membaca tulisan protes cerewet nan panjang ini.

Suatu malam, saya jadi o’ot kelimpungan. Tugas rumah Tira putri kecilku yang baru kelas IV Sekolah Dasar, tak mampu saya jawab. Wajar, Matematika adalah pelajaran ‘mematikan’ bagiku waktu bersekolah dulu. Mistar kayu Pak Guru selalu saja mencecar (maaf) pantatku ketika saya kesulitan menjawab soal perkalian. Ketika itu, saya berada di tingkat kelas yang sama dengan putriku kini. Setelah kucermati soalnya. Ternyata, pelajaran seperti itu seolah pernah saya pelajari sewaktu SMP dulu. Wah, zaman telah berubah pelajaran pun semakin sulit. Setidaknya bagi saya.

Untuk membuang rasa malu, sayapun menanyakan dimana buku cetaknya Ia simpan, mungkin ada contoh di sana yang bisa dicontek.

Tidak ada Ayah, Kata Ibu guruku, bukunya belum datang

Kenapa Nak ?. Kan, bukunya sudah di bayar…!?.

Keadaan bertambah pelik. Saya heran, kenapa bukunya belum ada. Konfirmasi ibunya, buku itu sudah dibayar sejak awal semester. Ternyata pengadaan buku di sekolah nya seperti ditender. Mungkin biar seragam. Sebenarnya bagus, tetapi jangan dong beri PR sulit kalau bukunya belum ada. Memang ada catatan sekolah dari Tira, tetapi tetap saja tidak cukup membuat ayah o’ot ini paham. Tulisannya kecil, demikian alasanku sama si kecil. Alasan dibuat-buat.

Sebelum tulisan ini di buat, buku itu sudah ada. Saya sudah membelikannya minggu lalu, biar saja uang itu ‘mati’ dan biar saja bukunya dobel, satu untuk saya. Ternyata bukunya yang sudah dibayar itu belum ada sampai saat PR itu menyulitkanku. Mungkin penerima proyek buku itu ngacir, saya yang jadi korban. Sebenarnya sudah ada sebagian teman Tira yang mendapatkannya.

Sebelumnya, memang Ibunya yang biasa membantu menjawab soal-soal PR matematika. Ibu anakku, yang juga kekasihku itu memang jago matematika. Tentang matematika, Saya hanya pemeran pengganti. PR favoritku, sebenarnya IPS dan Bahasa. Tetapi bukan Bahasa Inggris. Bahasa itu, sedikit saya benci. Membuat lidah jadi berpilin saja.

Eits tunggu dulu, jangan berhenti membaca. Tulisan selanjutnya adalah inti pesannya.

*****

Kini, biaya pendidikan memang sudah murah. Iklan kampanyenya berkalimat, Pendidikan Gratis. Program ini ditelorkan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo saat kampanye Pilkada Gubernur tahun 2007 lalu. Satu tekad Pak Syahrul, bahwa tak ada lagi anak tidak bersekolah hanya karena alasan biaya. Program yang luar biasa. Wajar saja, Beliau memenangkan Pilkada waktu itu, walau dengan selisih yang sangat tipis.

Gratis yang dimaksud, tidak semuanya. Buku, pakaian dan uang komite sekolah adalah pengecualian. Buku sebenarnya tidak mahal. Bukan itu yang membuatku protes. Muasal protesku cuma satu, kenapa saya tidak tahu menjawab PR matematika anak SD itu. Sebenarnya saya masih mau protes tentang kenapa buku diganti tiap semester, dan kenapa tidak pinjam saja ke kakak kelasnya seperti saya dulu. Saya berhenti protes karena khawatir saja, gurunya membaca tulisan cerewet ini. he-he-he

Selain buku, memang beban belajar anak sekarang berat. Tira, kebanyakan bertemu dengan saya menjelang magrib. Tira pulang sekolah pukul 13.00, Saya ‘tutup toko’ pukul 16.00, ibunya balik kantor pukul 14.00. Tira harus mengaji, les bahasa Inggris, latihan pramuka, atau kerja kelompok pukul 15.00. dan balik pukul 17.00. Saya dan ibunya terpaksa meminta tante nya untuk antar jemput, termasuk menjemput Tari si Bungsu yang masih TK. Praktis hanya sejam waktunya bermain, dan kadang putri kesayangan kami itu tidak menggunakannya bermain, karena tertidur kecapaian. Tidur sore sebenarnya tidak sehat, tetapi kami tidak tega melarangnya.

Setelah magrib, adalagi PR yang harus dikerjakan. Biasanya tidak hanya satu. Pernah saya mendapatkan ada tiga mata pelajaran yang harus dikerjakan bersamaan di rumah. Bahkan kadang ada tugas rumah atau kelompok berupa pekerjaan keterampilan yang PRnya di tugaskan hari Sabtu dan dikumpul hari senin. Hari minggunya pun tercerabut dari bermain bebas. Kenapa yah? apakah seabrek Les sore dan PR yang berjubel itu, mampu mendidik anak bangsa menjadi cerdas? Bagaimana dengan kurangnya waktu bermain, besosialisasi dan bersenda gurau dengan orang tuanya?. Mohon bantuannya. Mungkin saya salah.

Pernah saya menghasutnya untuk membangkang. Menolak mengerjakan PR dan tidak ikut les. Tetapi Tira membantah Ayahnya yang provokator ini. Tira sangat hormat (mungkin) takut pada gurunya. Sekolah tempatnya belajar memang favorit di kabupatenku. Anakku itu rangking 16 semester lalu. Saya sempat meledek protes. Karena waktu kelas IV dulu saya rangking II. Setelah melihat rapornya, saya malu sendiri, ternyata tidak ada angkanya yang bernilai 7. Hanya tiga angka 8, dan lainnya angka 9 atau 10. Sementara saya dulu, rangking II karena mendapat nilai rata-rata 8. Pasti yang rangking I di sekolahnya, rata-rata 10. Jadi malu deh.

Oke, sampai di sini, Anda boleh berhenti membaca.

Judul di atas, dicomot dari profil kompasianer bertalenta hebat Azalleaislin

Salam dari Ayah Cerewet: Daeng Andi

Bantaeng, 22 November 2010

11 Oktober 2010

Cawan Bening Si Hitam Manis

Lembut ku-usap jemari sintal tubuhmu

Engkaulah cawan cintaku

Kutitip rindu aroma hangat harum kepulan

Jemputlah Si Hitam Manis dengan senyum di bibir beningmu

Hitam dalam beningmu

Kuaduk kasih tulus penuh harap

Kuingin segera merengkuhmu

Melumat hitam di bibirmu yang ranum.

Nafas ini terus menggebu terasa dahaga tak lagi hendak surut

Duh, Lidah belum kuasa menahan gejolak panasmu

Kunanti kehangatan, biar manismu bertaut hitam di beningnya air

Sungguh aku tak sabar…………

Bibirku kehempaskan kebibirmu. Kuserumput dalam-dalam. Kuserap saripati kasihmu

Hangat begitu nikmat.

Aroma dalam cawanmu, menghentakku lunglai

Mengiring khayal mengangkasa

Melejit menghujan ke jantung bumi

Aku masih berpijak

dan logikapun terpaut di awan-awan

******

Engkaulah Si Hitam Manis

Kopi terbaik dari hijaunya pegunungan dingin

Kutuang dalam cawan gelas putih bening

Dan telah kupahatkan nama mu di hatiku

“KOPI A'Dengka BANYORANG”

Bantaeng, 11 Oktober 2010

Ku-Rengkuh Si Hitam Manis

Ku-Rengkuh Si Hitam Manis

——————-

Kudedikasikan buat sahabat Kopisianer, seperti Nurazis Wadyanto, “Sore dan KopiRahmi HafizahCita Rasa Kopi”, Wibisono TegarKopi Aroma Lintas Generasi….”, Budi Van BoilKopi Fiksi dan Aku” , dan Meli Indie, “Puisi Mini tentang Cinta Seja dan Secangkir Kopi”, Serta semua yang telah terkapar jatuh hati dengan kopi.

——————-

Sumber Foto: Selain INI, Dokumentasi Pribadi

Tulisan ini juga di terbitkan di Kompasina

21 Juni 2010

CINTA BERBALUT DUKA GADIS BERJILBAB

Engkaulah yang awal memetik dawai cintamu, kau janjikan harapan yang tidak aku mampu tolak. Katamu, engkau mencintaiku hanya karena Allah. Sesuatu yang dalam iman ku, adalah puncak kesucian segala cinta. Sungguh aku percaya, engkau akan mengajakku merendah mahligai rumah tangga di bawah naungan hidayah Allah. Tapi kini…..engkau sendiri yang menghempaskan harapan itu ”. Zahra memperlihatkan outbox SMS nya yang panjang kepadaku. Pesan itu Ia kirimkan kepada dokter Abdillah, kekasih yang kini membuatnya memendam kecewa yang begitu dalam.

Zahrah adalah seorang gadis berjilbab besar yang bekerja sebagai Apoteker, di Apotik Atirah yang kini menjadi tempat usaha sederhana milikku. Sosok gadis sederhana, santun dan hanya bicara seperlunya ini, dalam penilaianku adalah sosok pribadi muslimah yang ideal. Dia adalah pendatang di kotaku, karena mengikuti Kakak nya yang juga adalah seorang dokter di RS. Zahrah sesuai namanya, begitu mengagumi Fatimah As Zahrah Putri tercinta Rasulullah. Perkenalannya dengan Abdillah yang bekerja sebagai Dokter Umum di sebuah Puskesmas Kecamatan, seminggu yang lalu terjadi kebetulan. Ketika itu dokter Abdi, datang ke apotik untuk memesan obat dan dilayani oleh Zahrah. Romansa percintaan singkat ini pun dimulai dari sini.

Dokter Abdi demikian aku memanggilnya, dalam persepsiku adalah pria yang terlihat begitu tawaddhu. Ia khas dengan celana panjang melewati tumit dan memelihara jenggot. Saya mengenal dokter Abdi dengan baik, karena Ibunya adalah teman kerjaku di kantor. Melihat gelagatnya yang saat itu gugup berhadapan dengan Zahrah, akupun iseng mengerjainya.

Dok, dari tadi saya liat dokter banyak bertanya kepada Zahrah. Sampai menanyakan umur segala. Maksudnya apa sih ? he he he tanyaku agak mengerjai.

“Akh, saya hanya ingin tahu,apakah saya harus memanggil Kakak atau Adik dokter Abdi diplomatis menjawab, tapi tingkah gugupnya semakin terlihat sambil senyum-senyum tak jelas.

Saya yang dari tadi menyaksikan dialog diantara mereka, juga merasa unik. Kok, ada dua orang yang lagi berbincang tetapi tanpa melihat muka apalagi bertatap mata. Mungkin inilah cara perkenalan yang dalam batasan syariat dialog antar sesama yang bukan muhrim. Tidak seperti saya dulu, semasa berpacaran dengan Ari yang kini sudah menjadi suamiku. Menatap mimik mukanya, memperhatikan gerak rayuan bibirnya walau itu bohong, ketulusan yang terpancar di matanya adalah ritme indah yang menggetarkan jiwaku yang lagi jatuh cinta. Gaya perkenalan antara dokter Abdi dan Zahrah bagiku hambar. Dapatkah mereka merasakan getaran-getaran itu ?

Zahrah menjawab pertanyaan-pertanyaan dokter Abdi sambil menunduk melihat buku yang dipegangnya, sementara Abdi bertanya sambil melihat ke samping kanan. Tak ada kalimat satupun dalam ukuranku adalah sesuatu yang romantis. Percakapan diantara mereka seolah wawancara seorang dokter terhadap pasiennya. Mulai dari umur, tempat tinggal, kelompok kajian, alumni kampus mana sampai buku yang dipegang oleh Zahrah ditanyakan judulnya dokter Abdi.

Dok, kenapa tidak menanyakan nomor teleponnya Zahrah. Itu yang lebih penting biar dialog ini berlanjut dengan sms kataku sambil terus menggoda. Dokter Abdi, hanya cengar – cengir dan Zahrah semakin tertunduk. Mawar cinta diantara mereka, kelihatanya mulai mekar. Cinta yang aneh menurutku. Aku yang pernah terkulai kasmaran karena pandangan pertama, merasakan gelagat yang tersirat diantara mereka. Aku bahagia saja, kalau ternyata jodoh diantara mereka bertaut dan berlajut menjadi ikatan pernikahan, dambaan semua insan yang ingin mengabadikan cintanya. Bukan apa, saya juga merasa berjasa jikalau di apotik milikku itu, menjadi tempat dimana benih cinta diantara mereka disemai. Aku ingin menjadi penghubung tujuan mulia itu.

Dokter Abdi pulang, setelah sebelumnya meminta aku mengirim sms nomor handphone Zahrah kepadanya. Akupun kembali ke rumah tanpa menanyakan bagaimana pendapat Zahrah tentang dokter Abdi. Sebagai sesame perempuan, aku tahu apa yang bergelayut dibenak Zahrah. Pasti dia ingin diberi kesempatan untuk memaknai getaran-getaran itu. aku tak ingin menanyakan. Sekembali ke rumah malam itu, saya mendapat serangan sms yang bertubi-tubi dari dokter Abdi yang masih jauh lebih muda umurnya dari saya. Ia mengutarakan perasaannya kepada Zahrah melalui saya, yang ia anggap sosok perempuan yang ideal baginya. Tanpa canggung ia mengutarakan semuanya, mungkin karena aku dianggapnya sebagai Kakak, sehingga semua diungkapkannya. Aku kini resmi menjadi agen asmara diantara mereka. Terakhir Ia mengatakan, bahwa dalam keyakinannya tidak Ia kenal tentang pacaran. Ia ingin langsung menikah saja, biar terbebas dari fitnah dan jerat nafsu syaitan.

Kak, Lina. Aku merasa cocok. Ta’aruf awalku sudah sempurna. Tinggal kini aku harus istikhara demi memantapkan niatku kepada Zahrah. Tolong Kak Lina menyampaikan kepadanya bagaiman responnya terhadapku. Saya tidak mampu menunggu lama jawabanya Waktu itu, sudah menunjukkan pukul 00.03 tengah malam, ketika sms terakhirnya aku terima. Semua sms dr. Abdi aku forward ke Zahrah, dan aku minta ia tidak membalasnya karena besok aku akan bertemu langsung dengannya. Zahrah menurutinya dan tak merespon apapun. Saya tahu malam itu, baik Zahrah maumpun dokter Abdi sulit terlelap. Indahnya sesuatu yang terbayang, harapan yang masih tersisa cemas dan rancangan untaian kata yang akan mereka utarakan kepada masing-masing esok, adalah mungkin penyebab mengapa malam terasa begitu panjang.

Tak aku duga, kisah ini berlangsung begitu cepat. Esoknya, usai apel pagi di kantor. Ibu dari dokter Abdi mendatangiku. Ia menanyakan sosok gadis impian putranya. Bahkan ia memintaku untuk berbicara dengan Zahrah perkiraan uang belanja pesta walimah dan mahar yang dia inginkan. Wah, baru sehari perkenalan, tapi seolah minggu depan pesta akan berlangsung. Sepulang dari kantor aku menceritakannya kepada Ari suamiku.

Cinta itu memang aneh sayang…, dokter Abdi dan Zahrah itu pasangan yang tepat, jikalau dilihat dari ketekunan mereka ber ibadah. Pasti mereka telah menemukan petunjuk dalam sujud istikhara nya kata suamiku ketika itu. Ia pun mendorongku untuk terus melakukan langkah mediasi. Baginya, mempertemukan jodoh itu adalah mulia, karena pernikahan itu adalah ibadah jalan menyempurnakan separuh agama yang masih tersisa di masa lajang. Akupun semakin bersemangat. Aku bertemu dengan Zahrah dan menceritakan semuanya. Zahrah yang masih terlihat kebingungan itu, berusaha sembunyikan perasaannya kepadaku.

Tidakah dokter Abdi salah memilihku Kak ? baru sekali ia bertemu denganku. Saya yakin, ia belum melihat rupaku yang jelek ini. Tapi kalau demikian adanya, berarti dokter Abdi adalah orang yang tidak mengukur perempuan karena tampak fisiknya demikian ungkap Zahrah, merendah.

Za, kau terlalu merendah. Lelaki siapa di dunia ini yang tak membanding calon pasangannya dari wajah. Itu manusiawi. Penilaian dokter Abdi terhadapmu, sama denganku. Selain karena Zahrah, muslimah yang tawaddhu, juga karena kamu memiliki wajah yang manis, begitu katanya. Sebenarnya aku sedikit melebih-lebihkan, walau harus diakui Zahrah cukup ideal lah dari wajahnya yang begitu bersahaja. Tak apalah membuat orang bahagia. Zahrah nampak berbinar dan begitu berbunga-bunga. Zahrah hanya menerima perkataanku dengan senyum malu. Ia pun berjanji akan menyampaikan maksud dokter Abdi itu kepada keluarganya.

Singkat cerita, tiga hari telah berlalu. Sebagai penghubung saya tidak dilibatkan lagi. Mereka asyik saling mengagumi lewat short massage, sesekali dokter Abdi juga ke apotik dengan alas an membeli obat padahal aku tahu alas an itu klise. Dua apotik dia lalui dari tempat prakteknya. Dia sebenarnya hanya ingin bertemu dengan pujaan hatinya. Tapi, saya sih asyik-asyik saja. Sekali meng’gayus’ sampan dua buah pulau terlampaui. Mereka bahagia, akupun dapat omset. He he he.

Malam itu, tiba-tiba Zahrah memintaku untuk bertemu. Aku sebenarnya malas, mendengar cerita jatuh cinta nya yang berbunga-bunga itu, tetapi dia agak memaksa. Akupun menuju apotik, aku penasaran juga, apa gerangan isu hot terbaru yang dia ingin utarakan. Di ruang dokter praktek dokter apotik ku, kudapati dia tertunduk lesuh. Zahrah menangis, semakin kedekati dan kutanyakan masalah apa yang menimpanya. Semakin ia terseduh, dia hanya memberikan hanphone nya dan memperlihatkan sms dokter Abdi kepadanya.

Zah, mungkin ta’arufku salah. Keluargaku tak berkenan aku bersanding denganmu. Demi Allah maafkan aku…. Aku terperanjat membaca sms dari dokter Abdi tersebut. Aku marah ! semudah itukah dia menghempaskan gadis baik-baik seperti Zahrah ini. Tidakkah dia yang memulai semua ini. Lantas ada apa dokter Abdi mengatakan bahwa cintanya kepada Zahrah hanya karena Allah. Pernahkah keluarganya beremu dengan Zahrah. Tidak, mereka belum pernah bertemu. Lantas mengapa mereka tidak sepakat, ketika Zahrah sudah menyampaikan maksud dokter Abdi ke keluarganya. Hatiku berkecamuk. Sebagai sesama perempuan, aku merasa terhina oleh sosok dokter berperawakan Ustadz, tapi mempermainkan perasaan perempuan itu. bukankah dosa, memberi seseorang harapan, kemudian secara tiba-tiba dia sendiri menghempaskannya. Ini tidak bisa diterima.

Kak, saya tidak tahu apa yang harus aku sampaikan ke Ibu ku. Sekedar Kak Lina Tahu, seorang pria baik-baik juga datang melamarku dua hari yang lalu. Orang tuaku menolaknya, karena dokter Abdi. Aku mencintainya, tapi kini….” Air mata Zahrah, semakin deras. Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya. Akupun berinisiatif menghamburkan sumpah serapahku ke dokter Abdi. Kuambil HP dan mulai mengetik sms. Agu geram, tapi berusaha sesantun mungkin berkomunikasi dengannya. Aku katakana semua kecewaku, walau diujung kalimatku aku masih meminta perubahan sikapnya, agar ia mau meralat kata-katanya. Aku ingin dan Zahra pun ingin, ini berlanjut.

Maaf kan saya Kak Lina, saya telah shalat Istikharah dan memutuskan ini dengan bulat jawab sms dokter Abdi, yang kini membuatku semakin geram. Cih, mengapa tidak sebelum kau menyatakan cintamu istikharah kau laksanakan. Mengapa setelah harapan itu terpahat, kau memutuskan hengkang dari apa yang telah aku mulai. Inilah yang membucah kecewa dalam diriku. aku tidak ingin membalas sms nya, karena tak ingin aku membuat dosa kepada lelaki brengsek itu. lelaki yang memang betul melaksanakan syariat dengan rutin, tetapi tidak membumikannya sebagai Rahmatan lil Alamin. Tidakkah Rasulullah, Sang pencinta sejati sangat menghargai perempuan. Mengapa dia tidak. Akh,

Za, kau harus sabar adik. Saya tahu kau haqqul yaqin percaya jodoh adalah rahasia yang hanya Allah mengetahuinya. Kau telah berusaha dan berdoa, tapi Allah pasti tahu apa yang terbaik buat hamba Nya. Ini ujian buatmu, sabarlah. Tak mampu rasa ini untuk tidak turut bersedih, aku menangis.

Betul Kak, aku sadar bahwa kehormatanku sebagai perempuan, pantang kembali mengemis kepada nya. Biarkan cintaku ini, kuserahkan kepada Allah, yang karena hanya Allah SWT alas an penerimaan cintaku kuberikan kepada nya. Semoga dokter Abdi mendapatkan jodoh yang lebih baik dari aku, yang ternyata aku buta mencintai nya kata Zahrah sambil menghapus air matanya. Ia berusaha tegar, tapi nampak betul terlihat guratan kesedihan di wajahnya. Wajah yang hatinya terluka.

Ya Allah, saya tahu Engkau adalah sumber segala cinta. Engkau Maha Pengasih. Maha Adil, Maha Segala Maha dari semua kebaikan. Berilah keadilan kepada Zahrah, perempuan yang hanya menyambut cinta dengan tulus tanpa bertanya, tapi dihempaskan oleh lelaki tanpa diberi kesempatan untuk menjawab doakau mnyusup disanubariku yang dalam. Doa empati buat Zahrah, gadis yang membungkus kehormatannya dengan jilbab yang mulia, yang karena cinta, air matanya berderai penuh duka yang mengiris bak sembilu. Tuhan dengarlah Aku, kumemohon kepada Mu.


Andi Harianto

Sebuah kisah nyata, dari nama-nama rekaan yang aku buat. Diceritakan oleh Istriku, kekasihku, yang dari awal aku mencintanya juga karena Allah SWT, tetapi tidak semunafik seperti cinta yang diberikan dokter Abdillah terhadap Zahrah. Kisah ini, masih sehari berlalu…..mungkin ada episode berikutnya yang lebih menarik dan layak aku kabarkan ke sahabat-sahabat kompasianerku. Entah, apakah Abdillah, meralat kata-kata nya. Kita tunggu……..

Tulisan Ini juga Pernah di terbitkan di Kompasiana

Tags: cinta, gadis berjilbab, jilbab, Andi harianto

Mengapa Tak Sempat Terucap


( Tersulam di renda abadi )

Kemarin, diajari aku menggenggam rembulan.

memetik hikmah, dicahaya purnama dan temaram gulitanya…….

Ada yang ingin meniup matahari

Ada yang ingin cintanya tak mendua

Ada yang ingin tersampaikan hasratnya

Aku sayang kepadamu

Siapakah gerangan penciptamu

Duh, Aku takut kekasihku.

Maafkan aku !

Cintaku hanya kepada Allah yang tak pernah mendua

Laa Ilaha Illallah………….

Cinta sang Pencipta, segalah apapun yang saling mencintai.

Maafkan aku kekasihku

Aku telah gila dengan semua cintamu

Sedih aku memandang iba-mu

Rindumu

dan semua kata yang tak sempat terucap

**************

Ini dulu, ketika cinta berbunga merona

ketika kekasih, ingin merengkuh semua cinta yang bukan miliknya

Kutulis, di kumuh kamar kostku, 26 mei 2007………….

Andi Harianto


Tags: Andi Harianto, cinta, puisi

05 April 2010

MARK E. ZUCKERBERG PENCIPTA FACEBOOK DI KEJAR ANJING

Mark E. Zuckerberg Pencipta Facebook, seorang anak muda berumur 25 tahun, jenius dan sangat kaya. Kekayaannya saat ini bahkan mengalahkan bintang infotaiment dunia Oprah Winfred. Kini kita semua telah memanfaatkannya untuk berbagi cerita, gagasan dan perasaan. Saat ini saya ingin berterima kasih buat anak muda luar biasa itu karena telah membuat dunia ini tidak selebar daun kelor.

Memberi manfaat kepada sesama tak hanya berbuah amalan jaria’h, tetapi pula menggali sumber potensi kekayaan yang melimpah ruah. Hobbi. Yah, Mark hanya menjadikan kesenangannya mengutak-atik computer menjadi mata pencaharian. Demikian halnya para pelukis, sastrawan, Penulis, pembicara, pemain bola, sutradara, actor, aktris, dan semua pekerja kreatif lainnya bekerja karena hanya menjalani hobbinya. Duh, betapa kesenangan, dikerjakan dengan rasa bahagia, menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Aku tersudut, terjewer oleh khayalku sendiri. Betapa kemarin, beberapa tahun yang lalu, aku terjerambab dalam diam menghina duniaku, yang aku tuduh biang kerok kemiskinan.

Aku menyalahkan pemerintah, musim yang tak mendukung, orang-orang sekitarku dan bahkan lingkungan dalam diriku aku vonis sebagai biang kegagalan. Sebuah vonis yang hanya mengeruk sisa-sisa kepercayaan dalam diri, dan menyisahkan pengasingan yang sepi menyakitkan. KESENANGAN yang jikalau kemudian diparipurnakan menjadi KEBAHAGIAAN, sesungguhnya sesuatu yang muda. Melakukannya saja sudah menghasilkan kelapangan. Belum lagi, jikalau sesuatu yang potensial itu di gerakkan menjadi sesuatu yang kinetik dengan olahan-olahan manajerial yang apik. Maka yakin, energinya akan mendorong jiwa kreatif kita untuk terus berkarya, hanya karena alasan ingin menyenangkan orang lain, sebagai bahagian dari kesenangan diri sendiri.

Kesenangan Mark E. Zuckerberg dengan hobbinya mengutak-atik program komputer berbuah kebahagiaan yang sempurna, karena tujuan awalnya untuk berbagi cerita secara online dengan para mahasiswa dan dosen di kampusnya. Facebook kemudian tercipta luar biasa ini, berangkat dari keinginan seorang Mark yang ingin membagi bahagianya dengan orang lain. Kesenangan sesungguhnya bagi dirinya adalah ketika orang lain senang dengan karyanya. Itulah kebahagiaan karena berbagi. Sama halnya memberi uang dengan ikhlas dan diberi uang yang memang sangat dibutuhkannya. Dimana letak kebahagiaan yang sesungguhnya ? apakah pemberinya yang diucap terima kasih dari penerima ataukah yang menerima uang itu ? bagi saya kebahagiaan akan lebih besar sang dermawan. Bedanya, Mark E. Zuckerberg menerima tambahan penghasilan yang sangat besar, sementara si Dermawan harus kekurangan uangnya. Persamaannya, semua memulai bahagianya karena ingin menyenangkan orang lain.

Kini kita sampai pada sebuah pertanyaan, seperti apakah sesungguhnya kesuksesan yang berbuah BAHAGIA itu ? apakah bahagia hanya bisa diraih, justru dengan membagikannya ? Teringat aku dengan sebuah cerita tentang perbedaan DIKEJAR ANJING dan MENGEJAR AJING. Dikejar dan mengejar, sama membutuhkan energy yang besar. Dikejar seiring dengan ketakutan akan gigitan anjing dan mengejar seiring dengan kemarahan ingin menimpuk anjing itu dengan batu tepat di kepalanya.

Saya membayangkan seorang gadis gemulai, jalannya melenggak lenggok, pinggulnya naik turun aduhai, harus melejit kencang bak rudal yang tak sengaja ditembakkan, ketika si Boy Anjing tetangga mengejarnya dengan gonggongan yang sangat bernafsu. Rambutnya yang tergerai, harus meruncing ke belakang, mata manisnya membelalak mirip ikan Mas Koki, nafasnya tersenggal dan gerakan larinya beberapa kali lebih kencang dari biasanya. Hilanglah sudah lenggak-lenggoknya. Singkatnya, Si Gadis hanya berfokus pada ketinggian yang bisa dipanjat ataupun ruang yang bisa ditutup rapat. Ia terfokus pada sesuatu, dan hanya berharap keberhasilan – keberhasilan terbebas dari gigitan si Boy, yang mungkin belum tentu menggigitnya jikalau harus terjatuh. Iya, jikalau terjantuh, mungkin saja anjing mengira jatuhnya si gadis adalah sebuah manuver untuk mengambil bongkahan batu dan melempar balik kepadanya. Aikh…..

Nah, bagaimana jikalau justru Anjing yang terkejar karena melibas ayam jantan kesayangan anda ?, sekuat apapun Anda mengejar, disertai sumpah serapah dan lemparan batu yang bertubi-tubi, Anda akan masih lebih terfokus dengan Ayam malang yang sudah wafat itu. Fokus akan terpecah, anjing tetap berlalu seolah menang, dan ayam tetap terkulai tewas, karena kepalanya sudah ada di perut anjing sialan itu. Fokus, adalah konsistensi akan sesuatu yang akan dituju. Begitulah, kira-kira.

Energi yang dibutuhkan jikalau dikejar anjing tentu lebih banyak jikalau mengejar anjing, tetapi kepuasannya berbeda. Walau ancaman gigitan anjing menghantui ketakutan kita dan memcu adrenalin yang demikian besar, tetapi selamat dari kejaran itu akan membuat rasa bahagia yang tak terkira, walaupun peluh belum kering dan nafas nafas masih ngos-ngos-an. Mengejar anjing, sebenarnya hanya karena dorongan melampiaskan dendam. Selain keberhasilannya tidak nyata, juga walaupun anjing terkejar dan terbunuh, tak berbuah kehidupan kembali pada Ayam itu. belum lagi jikalau ternyata anjing itu adalah salah satu binatang kesayangan kita. Dua pembunuhan yang pasti menyisahkan penyesalan setelahnya.

Kesuksesan yang berbuah kebahagiaan dalam analogi dikejar dan mengejar anjing ini, adalah kebahagian jenis yang lain. KEBAHAGIAAN hadir karena perjuangan terbebas dari ketakutan, ancaman, tekanan dan waktu yang memburu. Semua potensi dimanfaatkan, bukan karena ingin, tapi karena keharusan untuk tidak mengatakan keterpaksaan melakukannya. Saya tidak ingin mengatakan, bahwa kita harus menunggu dikejar anjing agar bisa sukses, tetapi kita harus menciptakan sesuatu yang ‘harus’ dan sesuatu yang ‘terpaksa’ pada benak ini untuk mencapainya.

Pilihannya ada pada diri kita masing-masing. Apakah kita memiliki potensi kreatif yang bisa dikembangkan dan memberi manfaat kepada orang lain untuk dikembangkan dalam mencapai sukses, ataukah benak dan hati kita harus dipicu bahwa keadaan kita saat ini belum tepat dan sesuatu harus dikejar karena sesuatu keharusan, yang jikalau tidak tercapai keadaannya akan lebih buruk dari saat ini kita berada.

Bantaeng, 5 April 2010