Aco datang tergesa. Tanpa salam, Ia menghambur masuk rumah . Saya yang lagi bobo siang usai Jumatan, terperanjat. Ada apa?. “Kak, ada lokasi baru. Semua sudah berangkat, mereka menunggu disana. Cepat ki!”. Seolah Tak bersalah, Aco sobatku itu malah mendesak. Sialan!
Aha, Hayoo!. Dua minggu ini, memang saya tidak memancing. Joran pancing yang menggantung di pundak Aco, membuat hilang gusar ini. Joran itu seolah genit menggoyangkan alis, mengajakku berbenah, meminta digandeng mesra, pantai adalah tujuan kerinduanku. Tak perlu cuci muka. Sigap, saya bergerak menuju arah Barat Daya, kota mungilku. Lokasinya berada dekat perbatasan Kabupaten Banteng-Jeneponto.
Mattoanging, nama perkampungan nelayan itu. Seperti namanya, sesejuk angin, semilirnya.Mattoanging, bisa diartikan daerah terbuka, dimana angin bebas berhembus. DaengJama’adalah nelayan yang akan kami sewa perahunya. Kami menuju rumahnya yang beratap seng berkarat dan berdinding gamacca (jalinan bambu). Terlihat bolong sana-sini. Tentang rumah para nelayan yang kumuh, biasalah kita temukan di seluruh nusantara. Saya jadi heran, kalau Anda heran.
Kini lagi musim, menteri beriklan di tivi. Fadel Muhammad Menteri Kelautan itu, jadi bintang iklan. Bersolek tampan menganjurkan makan ikan. Pak Menteri benar, Ikan memang mengandung omega 3, suplemen penting kecerdasan. Tapi tolong dong, pencari ikan itu juga diperhatikan Pak Menteri. Sedari lahir, Daeng Jama’ sudah hidup dari ayahnya yang nelayan. Kok rumahnya masih seperti itu? Setahu saya, ikan-ikan bergizi itu banyak diekspor ke Jepang. Harganya mahal. Apalagi ikan kerapu, yang hidup dibebatuan karang. Di sini, nama local kerapu, disebut jawa-jawa.
Loh, Kok saya merajut ke Menteri!?. Merajutpun, saya sangsi tulisan ini dibaca olehnya. Beliau sudah sangat sibuk mengurus laut dan perusahaan bonafidnya. Akh, Kelaut aje…., berlima saya menaiki perahu yang lumayan layak. Mesinnya sih sudah jadul, tetapi Daeng Jama’, terlihat cukup ahli menguasai mesin bututnya. Ribet juga, starter mesinnya, harus putar. Dua kali putaran bertenaga, mesinpun menderu. Druuuukhmmmmm……kami melijit. Topi caping militer kawan tentaraku, hampir saja berenang. Pak Bur, namanya. Tegap badannya. Hitam legam.
Peduli setan dengan menteri dan topi tentara. Saya hanya sibuk jepret kiri kanan. Kamera telepon genggam, adalah alat jepretku. Hasilnya liat sendiri,pasti kualitasnya jeblok. Maklum 2.0 megapixel, harganya pun cuman Rp. 315.000. Duh, saya sangat kepingin punya kameracanon(kapan yah?). Dengan kamera HP Sony Ericson S312, saya mengabadikan suasana laut, darat, langit, pelabuhan, perahu, ikan, pancing, juga para bocah yang riang mandi telanjang.
Kamera tidak keren inipun mengabadikan gunung Lompo Battang di ketinggian sana, terlihat tertutup kabut. Untung saja gunung ini bukan termasuk gunung api aktif. Seandainya iya, mungkin saya ada bakat jadi kuncen. Saya kagum dengan almarhum Mbah Marijan yang pemberani itu. Gugur dalam kesetiaan, dipeluk lahar merapi, kekasihnya. Menurut peneliti, Bantaeng bukan jalur patahan gempa. Bebas tsunami, setidaknya 50 tahun ke depan. Komplitlah kotaku ini, layak dikembangkan menjadi wisata baru yang minim resiko alam. Semoga Tuhan tetap melindunginya.
Laut Bantaeng, adalah jalur pelayaran internasional. Kapal kargo banyak terlihat di lepas pantai saat badai datang. Bersandar berlindung dari hantaman gelombang Selat Makassar. Dulu, Belanda membangun Pelabuhan Kayu di Mattoanging ini. Sekarang, Pemkab sementara membangun pelabuhan permanen untuk menghubungkan Bantaeng dengan Pulau Selayar, juga penghubung pelayaran wisata Bantaeng-Bali. Nah, ini yang luar biasa. Bali memang lebih dekat dari Bantaeng, daripada harus ke Pelabuhan Makassar.
Pariwisata Bali akan dipadukan dengan pariwisata maritime dan wisata agro Bantaeng. Itulah visi hebat bupati kami. Namanya DR. Nurdin Abdullah. Meraih gelar master di Jepang. Yakin deh, jikalau visi Pak Bupati baik ini tercapai. Kotaku akan jadi destinasi wisata baru di kawasan selatan Makassar. Semoga bukan janji.
“Kita ingin jadikan Bantaeng sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Sulsel. Mengurangi beban Makassar karena beberapa tahun ke depan, Makassar semakin tak bisa bergerak,” jelas Pak Bupati. Jangan melongo. Bukanlah saya yang mewawancarai beliau, saya hanya membacanya diberita upeks online.
Karena keasyikan celoteh ngelantur. Mancingnya jadi lupa dikisahkan. Singkat saja yah, biar bualannya tidak panjang. Hanya sekitar 15 menit, saya sudah sampai ke lokasi pemancingan. Sangat dekat dari pantai. Hanya sekitar 500 meter. Pelabuhan Mattoanging tampak jelas. Raungan motor balapan liar anak muda di tepi pantai pun terdengar riuh. Anak muda itu, lagingetes jalan aspal yang baru dibangun untuk akses ke pelabuhan. Bantaeng lagi menggenjot infrastruktur, menyangga fasilitas pelabuhan.
Joran beraksi. Hanya sepersekian menit, ikan kanera pun tertipu. Kanera, nama ikan pastinya. Hidup diantara terumbu karang yang masih perawan. Bahasa Indonesianya tidak tahu saya. Apalagi latinnya. Malas saya mencari tahu.
Strike demi strike terjadi. Bermacam-macam ikan bebatuan karang sudah menggelepar di perahu. Ada sekecil daun mangga, tetapi pula ada selebar sandal jepit. Bermacam-macam, beraneka jenis, bercampur aduk rasa riang ini. Adrenalin pun terpicu, saatjuku (ikan) sunu merampas buas udang segar umpan saya. Ikan lapar itu tidak berhasil mencuri, dia tersangkut kail. Tertipulah kau ikan!.
Memancing di bebatuan karang, perlu keahlian khusus. Orang baru hanya akan sibuk memasang mata kail. Seperti Ippang kawanku, kailnya tersangkut melulu. Karang itu tajam. Mudah memutus picura (senar). Sebagai orang yang berpengalaman (sombong nih…), saya hanya dua kali putus senar. Mau strateginya? Datang saja ke kotaku. Pamali menjelaskannya di sini. Boro-boro menjelaskan. Ikan Bakar sudah menunggu untuk disantap, setelah semalaman ngumpet di kulkas.
Jagalah laut, lestarikan terumbu karang. Pedulilah pada nelayan, jangan hanya menikmati gizi ikan untuk kecerdasan Pak Menteri. Boleh diekspor untuk devisa, tetapi nelayan juga perlu dimakmurkan. Pukat harimau dilarang, apalagi pake racun, ngebom terumbu karang itu perbuatan penjahat. Camkan itu!
Tolong jangan beri rating ‘aktual’ karena saya memancingnya hari Jum’at, dua hari yang lalu.Ceritanya basi, tetapi ikannya masih segar.
Bantaeng, 5 Desember 2010
Tulisan ini telah dipublikasikan di SINI (kompasiana.com)
Sungguh! Saya Bingung tentukan judul dan kategori tulisan. Mohon Koreksinya.
Salam Pemancing
Gambar di atas, dikolaborasi dengan foto milik Anila Bonthaink. Biar gambarnya keren.
Berikut bincang pemancing. Kutiliskan kukabarkan kekayaan laut Nusantara:
Berburu Escolar di Lepas Pantai Bira // Nama Jawa Bertabur Indah di Makassar // Pemancing Muara Mengabarkan Cuaca // Potret Nelayan dari Sosok Daeng Gassing // Fugu Fish; Mewah di Jepang //memancing di Ujung Katinting ada Boaz di sana//