“Kegiatan ini, bagian dari sumbangsih kita terhadap Bantaeng. Saya berharap diklat ini bisa menghasilkan penulis atau wartawan yang dapat mencitrakan Bantaeng. Jikalau bisa, setelah acara ini kita buat buletin khusus yang wartawannya adalah peserta diklat,” kata Arfan dalam sambutan pembukanya.
Andi Harianto yang bertindak sebagai moderator, menjelaskan keterkaitan antara Hardiknas, jurnalistik dan Pemuda. Menurutnya, Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan adalah penulis dan wartawan yang hebat. Ki Hajar telah menulis di berbagai media saat Ia masih berusia sangat muda.
“Tulisan-tulisan Ki Hajar, telah terbit pada enam media dizaman Hindia Belanda. Umur beliau ketika itu 24 tahun. Lewat tulisan, Ia berjuang memajukan pendidikan pribumi. Hardiknas, jurnalistik dan Pemuda adalah sesuatu yang berkait,” ungkap Harianto, menjelaskan momentum acara ini.
Diklat yang dirancang dalam bentuk diskusi ringan ini, dihadiri 23 peserta yang diundang secara terbuka melalui facebook. Eka Nugraha, adalah salah satu fasilitator yang pada malam itu (1/5) memaparkan kaidah dasar jurnalistik. Eka yang juga wartawan Harian Fajar, Biro Bantaeng, banyak mengulas tentang pengalamannya sebagai reporter.
Dalam paparannya, Eka menjelaskan pentingnya 1 S (savety), selain 5W + 1 H yang menjadi prinsip penulisan berita. Menurutnya, syarat savety atau amannya berita bergantung pada terhindarnya opini wartawan dalam liputannya, juga pada sumber berita yang berimbang “Opini dalam penulisan berita harus dihindari, karena wartawan hanya menuliskan apa yang dilihatnya berdasarkan sumber yang terkait dengan berita. Konfirmasi ke sumber sangat perlu dilakukan,” jelas eka.
Selain berkenaan dengan prinsip dasar menulis berita, Eka juga menjelaskan bagaimana membuat kepala berita, membuat judul yang menarik, aktual dan bernilai berita. Eka banyak memberi contoh berita yang pernah Ia tulis, salah satu di antaranya tentang kasus penculikan dan pemerkosaan anak yang lagi marak di Bantaeng. Pelaku Diduga Memakai Ilmu Hitam, adalah judul yang pernah ditulisnya di Harian Fajar.
Menurut Eka, berita itu mengambil sudut pandang pada pelaku yang diduga memakai Ilmu hitam. Tulisan itu membuat opini masyarakat berubah dan tidak hanya terpaku pada kinerja polisi yang belum mampu mengungkap pelakunya. “Wartawan adalah penentu opini masyarakat, makanya wartawan harus membuat berita yang benar,” ungkap Eka menyinggung sisi lain penculikan anak di Bantaeng.
Peserta diklat cukup antusias. Acara yang berlangsung mulai pukul 20.00 s.d 23.00 WITA ini, melahirkan banyak pertanyaan dan diskusi. Muhammad Anwar, salah satu peserta menyinggung prilaku wartawan yang citranya buruk. “Wartawan itu ditakuti, buktinya banyak pejabat yang bersembunyi ketika ada wartawan”, singgung Anwar melihat maraknya fenomena wartawan “bodreks” yang ditengarai biasa hanya memeras sumbernya.
Peserta lainnya, mempertanyakan bagaimana tips menulis yang baik. “Saya terkadang hanya mampu menulis satu paragraph, tetapi setelah itu buntu, bagaimana cara agar kita bisa menulis dengan lancar,” Tanya Asri, yang dalam perkenalannya ingin menjadikan menulis sebagai hobbi baru.
Pertanyaan ini dijawab Eka dengan menceritakan pengalaman menulisnya. Eka yang tidak pernah mengecap pendidikanilmu komunikasi ini mampu menulis berlembar-lembar setiap hari. Selain Eka, Harianto sebagai moderator dan Syahrul Bayan, Mantan Kabag Humas Bantaeng sebagai salah satu inisiator kegiatan, juga berbagi pengalaman menulis dalam diskusi itu. Harianto sebagai moderator menginformasikan, bahwa trik menulis, akan dibahas medalam pada materi malam berikutnya (2/5).
Di akhir acara, Arfan Doktrin sebagai inisiator dan juga pemilik Warkop Baling-Baling ini, mengusulkan agar setiap peserta membuat berita tentang acara diklat itu sebagai bahan latihan. Peserta juga menyepakati di buatnya Group Facebook “Bantaeng Menulis” sebagai wadah memposting tulisan, juga media saling berbagi informasi tentang tips-tips menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar