08 Januari 2009

Menanti Kemudahan Dengan Sabar

Kalut, menebar dirasaku menjadi kesumat rasa benci terhadap realita. Malas membuncah, sementara rasa iri akan kesenangan hidup terus menterorku untuk tegak bersaing dengan ketak-cukupan. Kontradiksi kini bertarung dalam benak dan hatiku. Religiulitas ku memaknai takdir pun kini telah lumpuh, tertebas waktu yang semakin bergerak menyoraki orang-orang yang telah sukses mendahuluiku. Aku tersudut dalam diam, tetapi hati terus berkecamuk mendambakan kesetaraan yang sebenarnya layak, dan mampu aku lakukan.

Astagfirullahal Azim, aku telah membahayakan akalku dan juga mulai mengkerdilkan hatiku. Akal adalah berkah Allah SWT untuk mencari jalan keluar dari problem yang membuntu, dan hati adalah pembersih segala kesumat yang didenguskan syaitan kepada manusia yang lalai mengingat nikmat Allah Yang Maha pemurah. “Saat paling berbahaya bagi akal adalah manakala pemiliknya menganggur dan tak berbuat apa-apa. Orang seperti itu ibarat mobil yang berjalan dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan dan ke kiri.” Nasehat Aidh’ Al Qarni mengejutkanku. Benar apa yang penulis fenomenal ini katakan. Aku mengeluh seperti ini karena hari-hari ku saat ini tak terdorong oleh terobosan-terobosan, dan pula stagnasi yang aku alami tak aku maknai sebagai sebuah peringatan untuk menemukan solusi baru.

Dan sebaik-baiknya ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Betapun, hari hari demi hari akan terus bergulir, tahun demi tahun akan selalu berganti, malam demi malam pun datang bergiliran. Meski demikian, yang gaib akan tetap tersembunyi, dan Sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifat-Nya. Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua. Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan.*)

Bantaeng,12 Juni 2008
(17.19 Wbti)

Tidak ada komentar: